Seni Islam versi Ahmad Dhani
Tulisan Ahmad Dhani yang berjudul Oase Bernama Laskar Cinta (Republika, 20 April 2005) sebagai ‘somasi’ atas segment horizon yang berjudul Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa (Republika, 17 April 2005), menarik untuk dicermati. Paling tidak saya mendapat tiga point penting, Pertama , kafer album Laskar Cinta yang diduga kuat oleh pakar kaligrafi D. Sirojuddin AR, seperti pemberitaan dalam horizon itu, sebagai turunan dari lafadz Allah (lafdzul Jalâlah). Kedua lirik-lirik dalam album laskar cinta dan Ketiga penggandengan laskar dengan kata cinta tidak dimaksudkan sebagai satire dari ‘laskar jihad’ yang sementara ini populer.
Pertama, Ornamentasi seni Islam
Waktu wawancara beberapa stasiun televisi pada hari Senin 25/05/2005 di Pusat Studi Al-Quran (PSQ), M. Quraish Shihab menuturkan lambang asli tentang nama Allah dalam seni kaligrafi, yang diubah oleh Band Dewa untuk menjadi lambangnya bukanlah lambang baku dan populer. Ia hanya dipahami oleh segelintir orang mengerti Kaligrafi. Lebih dari itu lambang itu telah diubah sehingga tidak lagi mencerminkan kata "Allah".
Kalau saja tatap diyakini mengandung kata "Allah", lanjut M. Quraish, maka hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk melarang pencantumannya dalam satu produk, selama produk itu tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Kecuali itu, musibah yang menimpa konser grup Band Dewa, karena kekhilafan team setting Trans TV harus dilihat dalam konteks keberadaan manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Hemat saya, kata maaf serta inisiatif untuk mengganti langsung ‘latar terinjak’ sewaktu konser berlangsung, sudah lebih dari cukup untuk menebusnya. Dan tidak perlu didramatisir, yang pada gilirannya mengaburkan substansi yang lebih penting.
Pemakaian 'bintang delapan' dalam kafer album Laskar Cinta, tidak lebih dari ornamentasi karya seni. Menurut Ismail al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi (Atlas Budaya Islam, 1998) terlepas dari material dan atau tekhnik yang dipakai, ornamentasi dalam seni Islam memperlihatkan segi unitas yang mencolok, dalam fungsi dan artinya maupun dalam struktur format yang menjadi dasarnya.
Setiap aktifitas, gagasan, kesempatan, dan objek tidak hanya dipengaruhi namun juga ditentukan oleh idiologi Islam (tauhid). Seni dianggap bagian dari sistem komprehensif dan iklusif yang meliputi kehidupan umat. Ornamentasi mencegah terjadinya pemisahan antara kemanusiaan dan ketuhanan karena ia merupakan inti dari peningkatan spiritualisasi kreasi artistik Islam. Ia telah menaikkan nilai objek dari bidang kegunaan semata-mata dan menjadikannya ungkapan idiologi Islam.
Berbeda dengan ornamentasi dalam seni barat yang dimaksudkan sebagai "komponen produk seni yang ditambahkan, atau dikerjakan pada produk seni itu, dengan tujuan menghiasinya…[Ia] merujuk pada motif dan tema yang digunakan pada objek seni, gedung atau permukaan tanpa menjadi esensial bagi struktur dan kegunaannya…. ini dipakai untuk tujuan ornamental", kata Al-faruqi. Ornamentasi, pada gilirannya menjadi tambahan superfisial pada entitas estetis yang kering dari kosakata esensial dari karya seni itu sendiri.
Penggunaan 'bintang delapan', tidak bisa diadreskan sebagai yang menganut budaya horro vacui (kebencian akan ruang kosong), dan apresiasi negatif atas karya seni yang merusak karya seni itu sendiri. Ia juga bukan tambahan secara superfisial pada karya seni tanpa ada artinya dan hanya memuaskan selera orang-orang yang mencari kenikmatan belaka.
Ahmad Dhani seperti yang dituturkannya dalam tulisan itu, hendak menitipkan pesan kebesaran tuhan yang disimbolkan lewat wujudnya bintang dan keberadaan delapan penjuru angin sebagai manifestasi ketuhanan yang ia maksudkan. Semua penomena alam ini ia padatkan 'dalam bintang delapan', sebagai representasi makna yang hadir pada lirik-lirik yang dituangkan dalam album itu.
Selanjutnya, keindahan yang memancar dari 'bintang delapan' tidak lepas dari fungsi ornamentasi sebagai pengingat tauhid. Karena keindahan merupakan titik penting dari upaya estetis untuk menciptakan produk seni yang membuat pemandangnya dapat merasakan transendesi Tuhan. Dalam prakteknya, ornamentasi semua karya seni Islam hadir untuk 'mengingatkan' suasana batin penikmat keindahan agar sadar akan kebesaran Tuhan. Keindahan itu tidak berdiri sendiri, karena ia sebagian dari sifat Ketuhanan.
Kedua, Makna yang dititipkan lewat kata
Beberapa landasan filosofis yang disuguhkan Ahmad Dhani untuk mengklarifikasi 'makna tersirat' dari lirik-lirik albumnya, menarik untuk ditelaah. Saya kira, lirik-lirik itu lahir karena mengintip kecendrungan pemiskinan kata-kata yang tidak jarang hadir dalam sebuah lirik lagu. Kalau saja dakwah merupakan panggilan untuk setiap orang beriman, Ahmad Dhani telah melakukannya dengan infiltrasi makna dari beberapa pengalaman tasauf (Rabi'ah al-Adawiyah) dan pemahamannya akan Qur'an-Hadits.
Inilah yang sedianya menjadi bahan renungan bagi kita. Ekspresi seni yang hadir dari pemahaman keagamaan seniman mestinya tidak dikatrol oleh pemahaman agama yang sempit. Seni adalah keindahan ujar M. Quraish Shihab, (Wawasan Al-Quran, 2003). Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan, yang lahir dari sisi terdalam manusia karena dorongan kecendrungan seniman kepada yang indah apapun jenis keindahan itu.
Dengan kata lain lanjut M. Quraish Shihab, Direktur Pusat Studi Al-Quran, inti dari segala uraian Al-Quran adalah memperkenalkan keesaan Allah swt., dengan menciptakan alam raya seperti ungkapan arab "aku tadinya sesuatu yang tidak dikenal. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku". Manusia diajak untuk memandang jagat raya (Qs 50:6), tumbuh-tumbuhan (6:99), langit dan hiasannya (QS 37:6-7, 41:12), gunung-gunung (QS 16:6), hiasan yang memperindah penampilan (QS 16:14), dan lainnya.
Al-Ghazali juga mengatakan dalam magnun opusnya, Ihyâ Ulûmuddin 'Siapa yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati'. Hadits muslim meredaksikan 'sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyayangi keindahan'.
"Apabila seni membawa manfaat bagi manusia,…memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah tidak menentangnya", ujar Muhammad Imârah dalam Ma'âlim al-Manhaj al-Islâmi. Karena kesenian Islam tidak harus berbicara tentang Islam, ungkap Muhammad Qutb dalam Manhaj at-Tarbiyah Al-Islâmiyyah. Ia tidak harus berupa nasihat langsung, anjuran berbuat kebajikan, bukan juga penampilan abstrak tentang akidah. Seni yang Islami bagi Syaltut, adalah ekspresi tentang keindahan sebagai wujud dari pandangan Islam tentang alam, hidup, dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan antara bungkus dan isinya.
Dalam sejarahnya, Rasulullah Saw tidak melarang nyanyian yang tidak mengantar kepada kamaksiatan. Nyanyian patriotik ketika nabi sampai di madinah, yang lebih dikenal dengan 'thala'a albaru alaina…", merupakan bukti otentik betapa seni telah ditilik karena fungsi dan substansinya bukan dari kulit luarnya. Islam menerima semua karya manusia selama sejalan dengan pandangan Islam menyangkut wujud alam raya ini dengan segala sifat dan aspek kemanusiaannya.
Ketiga, Reposisi kata 'Laskar'
Dugaan sementara kalangan akan satire laskar cinta dari laskar jihad harus dilihat secara proporsional. Kalaupun kata laskar yang arti sederhananya tentara itu, diidentikkan "laskar jihad", mempergunakannya dalam makna yang dikehendaki Ahmad Dhani tidak perlu terperangkap pada konspirasi anti jihad. Karena kata adalah 'simbol makna', yang mempunyai wilayah otonom bagi setiap orang untuk dipergunakan sesuai dengan konteks yang diinginkannya.
Setiap muslim mempunyai otoritas penuh untuk memilih mana lahan yang dia garap untuk melakukan jihad. Tipologi ekstrim jihad yang sementara ini terlalu dibesar-besarkan dan pada gilirannya memicu konflik yang kontra produkti untuk syiar Islam itu sendiri, harus dilempar jauh-jauh. Kalaupun dipilah bahwa laskar yang satu bergerak dalam domain fisik (jihâd fi an-Nafs) sementara yang satunya lagi pada domain olah kata-pikiran (jihâd fil fikr) hal itu merupakan kesatuan aksi 'amal ma'ruf nahi munkar' untuk seru sekalian alam (rahmatan lil âlamin). Kesalehan yang dikehendaki oleh Islam pun berwujud pada kesalehan individual dan sosial sekaligus, sebagai manifestasi dari sebagus-bagusnya takwa (ahsanu taqwîn) yang harus built in dalam diri setiap muslim.
Walhasil, diferesiasi metode dakwah jangan dibajak begitu saja sehingga mengusik fitalitas dakwahnya sendiri. Illustrasi mana bejana dan mana air yang dikenalkan oleh Ahmad Dhani, adalah gambaran sederhana betapa jihad bisa diperankan dengan berbagai cara, sepanjang yang diperjuangkannya nilai-nilai keislaman itu sendiri. Orang yang malakukan ijtihad sebagai bagian dari jihad itu sendiri, dalam satu hadits ditentukan sama-sama mempunyai pahala, "setiap orang yang melakukan ijtihad dan benar mendapat pahala dua, dan jika salah pahalanya satu". Yang perlu diantisipasi adalah kekeliruan identifikasi yang pada gilirannya mengaburkan misi dakwah itu sendiri. Wa Allâh 'alam bi ash-shawâb
Pertama, Ornamentasi seni Islam
Waktu wawancara beberapa stasiun televisi pada hari Senin 25/05/2005 di Pusat Studi Al-Quran (PSQ), M. Quraish Shihab menuturkan lambang asli tentang nama Allah dalam seni kaligrafi, yang diubah oleh Band Dewa untuk menjadi lambangnya bukanlah lambang baku dan populer. Ia hanya dipahami oleh segelintir orang mengerti Kaligrafi. Lebih dari itu lambang itu telah diubah sehingga tidak lagi mencerminkan kata "Allah".
Kalau saja tatap diyakini mengandung kata "Allah", lanjut M. Quraish, maka hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk melarang pencantumannya dalam satu produk, selama produk itu tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Kecuali itu, musibah yang menimpa konser grup Band Dewa, karena kekhilafan team setting Trans TV harus dilihat dalam konteks keberadaan manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Hemat saya, kata maaf serta inisiatif untuk mengganti langsung ‘latar terinjak’ sewaktu konser berlangsung, sudah lebih dari cukup untuk menebusnya. Dan tidak perlu didramatisir, yang pada gilirannya mengaburkan substansi yang lebih penting.
Pemakaian 'bintang delapan' dalam kafer album Laskar Cinta, tidak lebih dari ornamentasi karya seni. Menurut Ismail al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi (Atlas Budaya Islam, 1998) terlepas dari material dan atau tekhnik yang dipakai, ornamentasi dalam seni Islam memperlihatkan segi unitas yang mencolok, dalam fungsi dan artinya maupun dalam struktur format yang menjadi dasarnya.
Setiap aktifitas, gagasan, kesempatan, dan objek tidak hanya dipengaruhi namun juga ditentukan oleh idiologi Islam (tauhid). Seni dianggap bagian dari sistem komprehensif dan iklusif yang meliputi kehidupan umat. Ornamentasi mencegah terjadinya pemisahan antara kemanusiaan dan ketuhanan karena ia merupakan inti dari peningkatan spiritualisasi kreasi artistik Islam. Ia telah menaikkan nilai objek dari bidang kegunaan semata-mata dan menjadikannya ungkapan idiologi Islam.
Berbeda dengan ornamentasi dalam seni barat yang dimaksudkan sebagai "komponen produk seni yang ditambahkan, atau dikerjakan pada produk seni itu, dengan tujuan menghiasinya…[Ia] merujuk pada motif dan tema yang digunakan pada objek seni, gedung atau permukaan tanpa menjadi esensial bagi struktur dan kegunaannya…. ini dipakai untuk tujuan ornamental", kata Al-faruqi. Ornamentasi, pada gilirannya menjadi tambahan superfisial pada entitas estetis yang kering dari kosakata esensial dari karya seni itu sendiri.
Penggunaan 'bintang delapan', tidak bisa diadreskan sebagai yang menganut budaya horro vacui (kebencian akan ruang kosong), dan apresiasi negatif atas karya seni yang merusak karya seni itu sendiri. Ia juga bukan tambahan secara superfisial pada karya seni tanpa ada artinya dan hanya memuaskan selera orang-orang yang mencari kenikmatan belaka.
Ahmad Dhani seperti yang dituturkannya dalam tulisan itu, hendak menitipkan pesan kebesaran tuhan yang disimbolkan lewat wujudnya bintang dan keberadaan delapan penjuru angin sebagai manifestasi ketuhanan yang ia maksudkan. Semua penomena alam ini ia padatkan 'dalam bintang delapan', sebagai representasi makna yang hadir pada lirik-lirik yang dituangkan dalam album itu.
Selanjutnya, keindahan yang memancar dari 'bintang delapan' tidak lepas dari fungsi ornamentasi sebagai pengingat tauhid. Karena keindahan merupakan titik penting dari upaya estetis untuk menciptakan produk seni yang membuat pemandangnya dapat merasakan transendesi Tuhan. Dalam prakteknya, ornamentasi semua karya seni Islam hadir untuk 'mengingatkan' suasana batin penikmat keindahan agar sadar akan kebesaran Tuhan. Keindahan itu tidak berdiri sendiri, karena ia sebagian dari sifat Ketuhanan.
Kedua, Makna yang dititipkan lewat kata
Beberapa landasan filosofis yang disuguhkan Ahmad Dhani untuk mengklarifikasi 'makna tersirat' dari lirik-lirik albumnya, menarik untuk ditelaah. Saya kira, lirik-lirik itu lahir karena mengintip kecendrungan pemiskinan kata-kata yang tidak jarang hadir dalam sebuah lirik lagu. Kalau saja dakwah merupakan panggilan untuk setiap orang beriman, Ahmad Dhani telah melakukannya dengan infiltrasi makna dari beberapa pengalaman tasauf (Rabi'ah al-Adawiyah) dan pemahamannya akan Qur'an-Hadits.
Inilah yang sedianya menjadi bahan renungan bagi kita. Ekspresi seni yang hadir dari pemahaman keagamaan seniman mestinya tidak dikatrol oleh pemahaman agama yang sempit. Seni adalah keindahan ujar M. Quraish Shihab, (Wawasan Al-Quran, 2003). Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan, yang lahir dari sisi terdalam manusia karena dorongan kecendrungan seniman kepada yang indah apapun jenis keindahan itu.
Dengan kata lain lanjut M. Quraish Shihab, Direktur Pusat Studi Al-Quran, inti dari segala uraian Al-Quran adalah memperkenalkan keesaan Allah swt., dengan menciptakan alam raya seperti ungkapan arab "aku tadinya sesuatu yang tidak dikenal. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku". Manusia diajak untuk memandang jagat raya (Qs 50:6), tumbuh-tumbuhan (6:99), langit dan hiasannya (QS 37:6-7, 41:12), gunung-gunung (QS 16:6), hiasan yang memperindah penampilan (QS 16:14), dan lainnya.
Al-Ghazali juga mengatakan dalam magnun opusnya, Ihyâ Ulûmuddin 'Siapa yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati'. Hadits muslim meredaksikan 'sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyayangi keindahan'.
"Apabila seni membawa manfaat bagi manusia,…memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah tidak menentangnya", ujar Muhammad Imârah dalam Ma'âlim al-Manhaj al-Islâmi. Karena kesenian Islam tidak harus berbicara tentang Islam, ungkap Muhammad Qutb dalam Manhaj at-Tarbiyah Al-Islâmiyyah. Ia tidak harus berupa nasihat langsung, anjuran berbuat kebajikan, bukan juga penampilan abstrak tentang akidah. Seni yang Islami bagi Syaltut, adalah ekspresi tentang keindahan sebagai wujud dari pandangan Islam tentang alam, hidup, dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan antara bungkus dan isinya.
Dalam sejarahnya, Rasulullah Saw tidak melarang nyanyian yang tidak mengantar kepada kamaksiatan. Nyanyian patriotik ketika nabi sampai di madinah, yang lebih dikenal dengan 'thala'a albaru alaina…", merupakan bukti otentik betapa seni telah ditilik karena fungsi dan substansinya bukan dari kulit luarnya. Islam menerima semua karya manusia selama sejalan dengan pandangan Islam menyangkut wujud alam raya ini dengan segala sifat dan aspek kemanusiaannya.
Ketiga, Reposisi kata 'Laskar'
Dugaan sementara kalangan akan satire laskar cinta dari laskar jihad harus dilihat secara proporsional. Kalaupun kata laskar yang arti sederhananya tentara itu, diidentikkan "laskar jihad", mempergunakannya dalam makna yang dikehendaki Ahmad Dhani tidak perlu terperangkap pada konspirasi anti jihad. Karena kata adalah 'simbol makna', yang mempunyai wilayah otonom bagi setiap orang untuk dipergunakan sesuai dengan konteks yang diinginkannya.
Setiap muslim mempunyai otoritas penuh untuk memilih mana lahan yang dia garap untuk melakukan jihad. Tipologi ekstrim jihad yang sementara ini terlalu dibesar-besarkan dan pada gilirannya memicu konflik yang kontra produkti untuk syiar Islam itu sendiri, harus dilempar jauh-jauh. Kalaupun dipilah bahwa laskar yang satu bergerak dalam domain fisik (jihâd fi an-Nafs) sementara yang satunya lagi pada domain olah kata-pikiran (jihâd fil fikr) hal itu merupakan kesatuan aksi 'amal ma'ruf nahi munkar' untuk seru sekalian alam (rahmatan lil âlamin). Kesalehan yang dikehendaki oleh Islam pun berwujud pada kesalehan individual dan sosial sekaligus, sebagai manifestasi dari sebagus-bagusnya takwa (ahsanu taqwîn) yang harus built in dalam diri setiap muslim.
Walhasil, diferesiasi metode dakwah jangan dibajak begitu saja sehingga mengusik fitalitas dakwahnya sendiri. Illustrasi mana bejana dan mana air yang dikenalkan oleh Ahmad Dhani, adalah gambaran sederhana betapa jihad bisa diperankan dengan berbagai cara, sepanjang yang diperjuangkannya nilai-nilai keislaman itu sendiri. Orang yang malakukan ijtihad sebagai bagian dari jihad itu sendiri, dalam satu hadits ditentukan sama-sama mempunyai pahala, "setiap orang yang melakukan ijtihad dan benar mendapat pahala dua, dan jika salah pahalanya satu". Yang perlu diantisipasi adalah kekeliruan identifikasi yang pada gilirannya mengaburkan misi dakwah itu sendiri. Wa Allâh 'alam bi ash-shawâb
1 Comments:
At 1:43 PM, muhtarsadili said…
kesan saya setelah membaca tulisan itu adalah terbukanya jendela seni islam itu sendiri. sementara ini banyak orang bahkan pakar yang mengidentikkan seni islam dengan seni arab karena terjebak pada simbol. tapi yang anda tulis nampaknya melihat sisi substansi yang lebih dalam dan berarti bagi definisi seni islam itu sendiri.
Post a Comment
<< Home