Jilbab itu khilafiyyah
Reportase acara bedah buku jilbab karya m. quraish
Alhamdulilah, bedah buku jilbab telah terlaksana dengan baik, pada pukul 09.30. – 11.30 Kamis, 21 September 2006 di Ruang Serbaguna Pusat Studi Al-Quran, Ciputat. Para pembicaranya terdiri dari Prof. Dr. Quraish Shihab, MA (Penulis Buku, Direktur PSQ), Kang Jalal, Dr Eli Maliki, dan Adian Husaini.
Peserta yang hadir sampai ada yang berdiri karena kursi yang kami sediakan sudah penuh terisi; kira-kira semua peserta berjumlah 250 orang. Bahkan ada yang sengaja datang dari luar kota; Cilegon, Bogor, dan Bandung yang sengaja datang untuk mengetahui secara langsung presentasi buku jilbab.
Acara dipandu oleh Dr. Muchlish M. Hanafi, doktor konsentrasi tafsir hadits dari Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Pembicara pertama, tentu saja M. Quraish Shihab yang tetap berpendirian bahwa masalah jilbab adalah khilafiah, sehingga implikasi hukumnya hanya dianjurkan bagi kalangan muslim. Tapi, imbuhnya, ’bukan berarti yang sudah berjilbab boleh menanggalkannya hanya karena buku ini’.
Sementara Kang Jalal menyoroti kapan waktu tepat untuk menanggalkan jilbab, dengan analisis ayat yang mendukung status hukum jilbab lewat kajian ushul fikih; dharurat dapat menggugurkan kewajiban penggunaannya. Ia tidak lupa mencontohkan anaknya yang tinggal di Amerika, yang telah menanggalkan jilbabnya karena intimidasi sosial-politik pasca tragedi 11 september.
Lain lagi dengan Dr Eli Maliki, yang menetapkan hukum Jilbab sudah jelas dalam al-Quran, dengan kewajiban menutup seluruh aurat kecuali wajah dan telapak kaki. Kalaupun ada dharurat tetap melihat batas kewajaran. Mengingat banyak alasan yang tidak proporsional ketika banyak orang dengan gampang menanggalkan jilbabnya.
Adian Husaini lebih menyoroti sisi sosiologi dakwah dari kesan orang atas pendirian M. Quraish Shihab yang seolah-olah membolehkan wanita muslimah untuk tidak berjilbab. Karena menurutnya, M. Quraish Shihab telah janggal menetapkan hukum jilbab sebagai khilafiah yang berbeda dengan arus dominan ulama klasik. Kecuali itu, status anjuran yang akan mengukuhkan anggapan bahwa berjilbab pun belum tentu terhormat.
Demikian laporang sederhan acara bedah buku.
msadili.blogspot.com
Alhamdulilah, bedah buku jilbab telah terlaksana dengan baik, pada pukul 09.30. – 11.30 Kamis, 21 September 2006 di Ruang Serbaguna Pusat Studi Al-Quran, Ciputat. Para pembicaranya terdiri dari Prof. Dr. Quraish Shihab, MA (Penulis Buku, Direktur PSQ), Kang Jalal, Dr Eli Maliki, dan Adian Husaini.
Peserta yang hadir sampai ada yang berdiri karena kursi yang kami sediakan sudah penuh terisi; kira-kira semua peserta berjumlah 250 orang. Bahkan ada yang sengaja datang dari luar kota; Cilegon, Bogor, dan Bandung yang sengaja datang untuk mengetahui secara langsung presentasi buku jilbab.
Acara dipandu oleh Dr. Muchlish M. Hanafi, doktor konsentrasi tafsir hadits dari Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Pembicara pertama, tentu saja M. Quraish Shihab yang tetap berpendirian bahwa masalah jilbab adalah khilafiah, sehingga implikasi hukumnya hanya dianjurkan bagi kalangan muslim. Tapi, imbuhnya, ’bukan berarti yang sudah berjilbab boleh menanggalkannya hanya karena buku ini’.
Sementara Kang Jalal menyoroti kapan waktu tepat untuk menanggalkan jilbab, dengan analisis ayat yang mendukung status hukum jilbab lewat kajian ushul fikih; dharurat dapat menggugurkan kewajiban penggunaannya. Ia tidak lupa mencontohkan anaknya yang tinggal di Amerika, yang telah menanggalkan jilbabnya karena intimidasi sosial-politik pasca tragedi 11 september.
Lain lagi dengan Dr Eli Maliki, yang menetapkan hukum Jilbab sudah jelas dalam al-Quran, dengan kewajiban menutup seluruh aurat kecuali wajah dan telapak kaki. Kalaupun ada dharurat tetap melihat batas kewajaran. Mengingat banyak alasan yang tidak proporsional ketika banyak orang dengan gampang menanggalkan jilbabnya.
Adian Husaini lebih menyoroti sisi sosiologi dakwah dari kesan orang atas pendirian M. Quraish Shihab yang seolah-olah membolehkan wanita muslimah untuk tidak berjilbab. Karena menurutnya, M. Quraish Shihab telah janggal menetapkan hukum jilbab sebagai khilafiah yang berbeda dengan arus dominan ulama klasik. Kecuali itu, status anjuran yang akan mengukuhkan anggapan bahwa berjilbab pun belum tentu terhormat.
Demikian laporang sederhan acara bedah buku.
msadili.blogspot.com
3 Comments:
At 1:53 PM, Oman Fathurahman said…
Muhtar yang baik, akan lebih baik kalau anda menuliskan pandangan para pembicara secara lebih detil, bisa bermanfaat buat pembaca yang jauh kaya saya, he he....Masih suka ketemu Ohan?
At 6:02 AM, Dunia pustaka said…
"Ulasan diskusi ini ada di Hidayatullah.com"
Tai, apakabar? Udah lama ya kita nga ketemu. Aku pernah baca tentang silang pendapat mengenai jilbab ini di hidayatullah.com (kolom Adian Husaini), dan sempat dikritisi oleh Adian Husaini. Saya kira, muhtar harus juga punya opini pribadi tentang masalah jilbab, apalagi kan alumni PMH, Syariah. Pasti juga kaya akan analisa tekstual dan kontekstualnya. Ayo dong?
Salam Ruslan, McGill University, Montreal, Canada
At 11:34 PM, LETUSI said…
saya mau tahu lebih banyak soal bedah buku ini, bisa dibaca dimana ya?
nama artikel spesifik di hidayatullah.com apa?
trmksh.
Post a Comment
<< Home